BERITA POPULER - SPANCER WEST PRIA TANPA KAKI SUKSES TAKLUKKAN GUNUNG TERTINGGI DI AFRIKA. Kehilangan kaki bukan halangan untuk berprestasi, termasuk menaklukkan gunung tertinggi. Spencer West, asal Toronto, Kanada, membuktikannya saat mendaki Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Afrika.
Dengan merangkak atau berjalan menggunakan tangan, West yang kehilangan kaki sejak usia lima tahun tersebut berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di Benua Afrika itu setelah melakukan pendakian selama tujuh hari.
Pria 31 tahun itu berhasil menaklukkan gunung setinggi 5.895 meter tersebut Senin lalu (18/6). Tetapi, foto-foto pendakian West baru dipublikasikan tabloid Daily Mail pada Rabu lalu (20/6). Senyum lebar pun mengembang di bibir West saat tiba di Puncak Uhuru (titik tertinggi Afrika yang berada di Gunung Kilimanjaro. Dia membentangkan dua tangannya ke atas sebagai tanda sukses menaklukkan "atap Afrika" itu.
West menggambarkan pengalamannya sebagai momen luar biasa. "Selain keluar keringat, darah, dan air mata, kami muntah. Kami akhirnya berhasil meski semua jari saya lecet dan berdarah," tutur West seperti dikutip Daily Mail.
Selama ini hanya 50 persen pendaki yang berhasil menaklukkan dan mencapai puncak Kilimanjaro. West dan rombongannya mendekati puncak pada Minggu lalu (17/6) dan melanjutkan pendakian ke Puncak Uhuru keesokan harinya. Mereka mencapai puncak pada pukul 11.15 waktu setempat setelah pendakian selama tujuh jam tanpa henti.
West melakukan persiapan selama setahun. Lalu, dia memulai pendakian pada 12 Juni lalu bersama dua orang sahabatnya, David Johnson dan Alex Meers.
West terlahir dengan sacral agenesis, kelainan genetik yang mengakibatkan tulang belakang bagian bawahnya tak berkembang dengan baik. Hal itu berdampak buruk pada pertumbuhan kakinya. Saat dia berusia tiga tahun, kakinya diamputasi mulai bagian bawah lutut. Dua tahun kemudian kakinya diamputasi lagi mulai dari bagian bawah pinggul.
Meski para ahli menyatakan bahwa dirinya tak bisa lagi seperti manusia normal, West tak peduli. Dia terus berlatih dan berobsesi menjadi pendaki gunung. Sekitar 80 persen perjalanannya dilakukan dengan menggunakan tangannya. Hanya beberapa jalur dilalui dengan menggunakan kursi roda ketika hal itu memungkinkan.
Menurut West, pendakian ke Kilimanjaro tidak hanya mendefi nisikan yang bisa dia lakukan, tetapi menginspirasi orang lain pula untuk mengatasi kesulitan dan tantangan. "Menaklukkan puncak Kilimanjaro adalah hal menantang secara mental dan fisik. Saya ingin menginspirasi semua orang agar percaya diri sendiri dan orang lain," tegasnya.
Dari pendakian itu, West berhasil menggalang donasi EUR 300.000 (sekitar Rp 3,555 miliar) yang disumbangkan untuk Free Th e Children, lembaga yang mengurusi ribuan anak telantar di Kenya, Afrika.
Pria 31 tahun itu berhasil menaklukkan gunung setinggi 5.895 meter tersebut Senin lalu (18/6). Tetapi, foto-foto pendakian West baru dipublikasikan tabloid Daily Mail pada Rabu lalu (20/6). Senyum lebar pun mengembang di bibir West saat tiba di Puncak Uhuru (titik tertinggi Afrika yang berada di Gunung Kilimanjaro. Dia membentangkan dua tangannya ke atas sebagai tanda sukses menaklukkan "atap Afrika" itu.
West menggambarkan pengalamannya sebagai momen luar biasa. "Selain keluar keringat, darah, dan air mata, kami muntah. Kami akhirnya berhasil meski semua jari saya lecet dan berdarah," tutur West seperti dikutip Daily Mail.
Selama ini hanya 50 persen pendaki yang berhasil menaklukkan dan mencapai puncak Kilimanjaro. West dan rombongannya mendekati puncak pada Minggu lalu (17/6) dan melanjutkan pendakian ke Puncak Uhuru keesokan harinya. Mereka mencapai puncak pada pukul 11.15 waktu setempat setelah pendakian selama tujuh jam tanpa henti.
West melakukan persiapan selama setahun. Lalu, dia memulai pendakian pada 12 Juni lalu bersama dua orang sahabatnya, David Johnson dan Alex Meers.
West terlahir dengan sacral agenesis, kelainan genetik yang mengakibatkan tulang belakang bagian bawahnya tak berkembang dengan baik. Hal itu berdampak buruk pada pertumbuhan kakinya. Saat dia berusia tiga tahun, kakinya diamputasi mulai bagian bawah lutut. Dua tahun kemudian kakinya diamputasi lagi mulai dari bagian bawah pinggul.
Meski para ahli menyatakan bahwa dirinya tak bisa lagi seperti manusia normal, West tak peduli. Dia terus berlatih dan berobsesi menjadi pendaki gunung. Sekitar 80 persen perjalanannya dilakukan dengan menggunakan tangannya. Hanya beberapa jalur dilalui dengan menggunakan kursi roda ketika hal itu memungkinkan.
Menurut West, pendakian ke Kilimanjaro tidak hanya mendefi nisikan yang bisa dia lakukan, tetapi menginspirasi orang lain pula untuk mengatasi kesulitan dan tantangan. "Menaklukkan puncak Kilimanjaro adalah hal menantang secara mental dan fisik. Saya ingin menginspirasi semua orang agar percaya diri sendiri dan orang lain," tegasnya.
Dari pendakian itu, West berhasil menggalang donasi EUR 300.000 (sekitar Rp 3,555 miliar) yang disumbangkan untuk Free Th e Children, lembaga yang mengurusi ribuan anak telantar di Kenya, Afrika.
0 comments:
Posting Komentar