3 Cara Merawat Bayi Yang Terlahir Prematur

3 Cara Merawat Bayi Yang Terlahir Prematur. Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir cukup bulan. Namun bila kelahiran prematur tidak dapat dihindari, tidak perlu khawatir. Dengan penanganan khusus yang tepat, bayi prematur dapat tumbuh sehat.

Prematuritas atau persalinan prematur terjadi ketika bayi lahir saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Padahal, umumnya bayi dilahirkan saat usia kehamilan 40 minggu atau lebih. Angka kelahiran bayi prematur ini pun cukup mengkhawatirkan. Bayangkan saja, menurut data WHO, setiap 31 detik satu bayi prematur meninggal dunia. Di Indonesia sendiri terdapat 400.000 bayi lahir dengan berat badan rendah dan 30–40 persen dari bayi meninggal karena prematur.

Memang, untuk merawat bayi prematur tidak mudah dan dibutuhkan penanganan khusus. Hal itu karena organ-organ tubuh bayi tersebut belum berkembang secara maksimal sehingga risiko mengalami gangguan kesehatan sangat tinggi. Bayi prematur memiliki kondisi khusus yang berbeda dari bayi yang lahir normal. Karenanya, perawatan harus dilakukan secara detail dan seksama. Hal ini untuk menghindari gangguan kesehatan di kemudian hari dan risiko kematian pada bayi.

Menurut Dr Rinawati Rohsiswatmo Sp A(K), ada tiga langkah yang harus diketahui para orang tua dalam merawat bayi prematur. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai cara mengurangi risiko masalah kesehatan dan kematian serta meningkatkan kualitas hidup bayi lahir prematur.

Langkah pertama adalah “Pastikan”. Ini berarti selalu memastikan suhu tubuh bayi berada di antara 36,5 hingga 37,5 derajat Celsius. “Hal ini guna menghindari hipotermia (tubuh kedinginan) atau hipertermia (tubuh kepanasan),” kata staf di subbagian Perinatologi bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM ini.

Dikatakan Rina, untuk kasus hipotermia ada cara paling mudah yang dapat dilakikan orang tua, yakni dengan memeluk bayi pada posisi kanguru atau yang dikenal dengan nama kangaroo care. Ini dilakukan dengan menempelkan bayi di dada dan biarkan kulit ibu menempel pada kulit bayi. Hal ini bisa membuat suhu bayi kembali naik dan berdampak positif bagi kondisi psikologis ibu dan bayi.

Langkah kedua adalah “Disiplin”. Orang tua harus memberikan asupan gizi yang lengkap tepat waktu dengan frekuensi 8 hingga 10 kali sehari. Asupan gizi paling baik untuk bayi adalah ASI (air susu ibu). ”Untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi prematur, ASI harus diperas. Nantinya ASI akan diberikan melalui selang karena kemampuan menghisap pada bayi prematur belum maksimal,” kata Dr Gilberto R Pereira, ahli perinatologi dan profesor emeritus dari University of Pennsylvania, School of Medicine.

Langkah terakhir adalah “Fokus”, yakni dengan melakukan pemantauan dan fokus pada frekuensi buang air besar dan kecil bayi prematur. Frekuensinya sekitar 4 hingga 6 kali sehari. Jika kurang atau lebih dari itu sebaiknya langsung periksakan ke dokter.

Rina mengatakan, orang tua manapun pasti menginginkan persalinan yang lancar dan tak bermasalah. Namun, saat terjadi musibah atau kondisi tertentu yang dialami sang ibu, persalinan kurang bulan, atau pre-term, menjadi satu-satunya pilihan yang tak bisa dicegah. Misalnya, ibu hamil yang terjatuh di kamar mandi hingga ketubannya pecah, atau ibu hamil dengan tekanan darah tinggi hingga mengalami kejang.

“Daripada nyawa ibu dan bayi melayang, kelahiran prematur tidak bisa dihindari,” tutur Rina.

Untuk menghindari risiko kematian bayi prematur, teknologi inkubator pun dibuat guna meniru suasana dalam rahim ibu. Ini diberlakukan pada bayi prematur di bawah 35 minggu yang membutuhkan suhu stabil antara 36,5 sampai 37,5 derajat Celsius. Setelah bayi dalam kondisi stabil, bayi harus diperkenalkan kepada orang tua dan dilanjutkan dengan menjalani metode kanguru. Kali pertama bersentuhan kulit dengan bayi ini, mungkin ada perasaan cemas pada diri orang tua mengingat ukuran bayi yang sangat mungil.

Namun beberapa hari kemudian, orang tua pastilah bisa menangani kekhawatiran itu. Rina juga mengingatkan pentingnya penerangan di ruangan itu diatur sedemikian rupa agar menyerupai keadaan rahim. Rahim sebagai rumah bayi, berada dalam keadaan yang gelap. Inilah yang membuatnya nyaman karena terhindar dari cahaya yang menyilaukan. Karenanya, ruangan tempat inkubator atau boks bayi pun harus dibuat jauh dari terang.

Tutupi boks atau inkubator untuk menangkal cahaya masuk. Tempatkan pula bayi dalam posisi seperti di rahim, yaitu dengan membuat semacam sarang. Dengan demikian, bayi merasa nyaman dan seperti ada yang memeluk. Caranya, siapkan kain bersih dan handuk yang tebal. Puntir handuk tebal itu hingga membentuk huruf U, kemudian tutupi dengan kain bersih tadi. Taruh bayi di atasnya. Cara ini pun membuat tidur bayi lebih berkualitas.

Boleh juga menempatkan bayi di atas bantal-bantal, namun dengan posisi kepala lebih tinggi dan bayi ditidurkan dalam posisi tengkurap. Popok yang dikenakan bayi harus sesuai dengan ukurannya agar tidak mengganggu kebebasan kakinya bergerak. Sebaliknya, tidak disarankan menempatkan sebuah bantal di bagian kepalapunggung bayi. Bayi akan gelisah dan banyak kalori terbuang dan posisi ini pun mengganggu jalannya pernapasan.

Lantas, hingga kapan bayi harus berada di dalam inkubator? Rina menjelaskan, pada dasarnya bayi prematur butuh mengejar ketertinggalan pertumbuhannya seperti halnya bayi lahir normal. Maka dari itu, idealnya bayi yang butuh dukungan suhu, oksigen, dan infus, berada di dalam inkubator hingga mampu bertahan hidup atau sampai tanpa perlu bantuan alat itu lagi. Ini bisa dikatakan hingga mendekati usia kehamilan normal atau sekitar 36 minggu.

comment 0 comments:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger